KETUPAT NAPU,
PERANGKAP SERANGGA YANG EKSOTIS
PERANGKAP SERANGGA YANG EKSOTIS
Pendahuluan
Sebagai salah satu Kabupaten di wilayah Kalimantan Tengah, Kabupaten Katingan dengan luas wilayah ± 17.000 km² secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu di antara 112º 0’ bujur timur – 0º 20’ lintang selatan dan 113º 45’ bujur timur – 3º 30’ lintang selatan, topografi wilayahnya pada bagian selatan merupakan daerah pantai dan rawa yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan ketinggian 0 – 50 m dari permukaan laut, bagian tengah merupakan dataran dengan ketinggian 50 - 200 m dari permukaan laut, dan bagian utara merupakan perbukitan dengan ketinggian 200 – 1500 m dari permukaan laut. Batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya serta Kabupaten Pulang Pisau, Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur.
Dengan wilayah yang demikian luas, Kabupaten Katingan memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, ada pelbagai jenis tanaman hias, salah satunya disebut Suku Dayak Katingan sebagai Ketupat Napu atau sering dikenal pula dengan nama Tanaman kantong semar dengan nama latin / ilmiahnya (Nephentes s.p).
Ketupat Napu
Ketupat Napu berasal dari kata Napu berarti rawa, sedangkan istilah ketupat adalah karena tanaman ini dulu hidupnya di rawa dan oleh masyarakat setempat sering dijadikan ketupat. Proses pembuatannya pun hampir sama dengan pembuatan ketupat daun kelapa, beras dimasukkan ke dalam kantong semar kemudian dimasak hingga matang, biasanya ketupat tersebut digunakan sebagai bekal dibawa ke ladang, konon nasi dari ketupat tersebut memiliki aroma yang khas dan tidak cepat basi. Tumbuhan ini hidup di tanah, ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Sebenarnya kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Tanaman ini sebenarnya juga memiliki banyak nilai farmakologi (obat-obatan), dari beberapa literatur menyebutkan bahwa ketupat napu memiliki kandungan protein yang tinggi yang terdapat pada cairan yang terdapat di kantongnya, dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, diare, dan maag.
Penyebaran Ketupat Napu
Sebenarnya Ketupat Napu memiliki penyebaran yang cukup luas di dunia dan memiliki variasi jenis yang cukup beragam, sampai dengan saat ini tercatat terdapat 103 jenis kantong semar yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006). Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tanaman ini.
Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran Ketupat Napu. Di Kabupaten Katingan, terdapat 12 Jenis Ketupat Napu, dengan penyebaran hampir merata tumbuh di seluruh wilayah kabupaten, namun yang paling banyak jenis ditemukan di Kecamatan Pulau Malan, Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Katingan Hulu.
Termasuk Tanaman Yang di lindungi
Ketupat Napu atau Kantong semar pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Ketupat Napu merupakan tanaman unik dari hutan yang belakangan menjadi trend sebagai tanaman khas komersil di Indonesia. Trend ini sebenarnya mulai berlangsung sejak awal tahun 2000-an dan semakin marak saat ini, karena bentuknya yang unik, sehingga tanaman ini mulai diperjualbelikan oleh masyarakat. Apabila kita menyusuri jalan lintas Palangkaraya menuju Kasongan di pinggir jalan di Desa Hampangen Kecamatan Katingan Hilir, banyak kita temui kios – kios yang menawarkan tanaman hias dan pembeli yang berminat pun cukup banyak. Ada sudut pandang berbeda disini, dari sisi perekonomian sebagian besar warga disekitar hampangen yang kebanyakan memanfaatkan kebutuhan hidupnya dari hasil hutan, cukup terbantu dari hasil penjualan tananan hias. Namun disisi lain kebanyakan yang diperjualbelikan masih merupakan tanaman yang diambil langsung dari alam, bukan dari hasil penangkaran atau budidaya.
Hal tersebut sangatlah memprihatinkan mengingat habitat asli mereka terancam oleh kebakaran, pembalakan, pembukaan lahan, dan konversi lahan. Padahal status tanaman kantong semar termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah ekologi-konservasi tentu akan mempercepat kepunahan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Banyak pedagang di Desa Hampangen yang menjual umumnya tidak mengetahui status Nepenthes sp. yang mereka jual. Mereka hanya mengambil langsung dari alam dan menjualnya dengan harga murah sekitar Rp 25.000,- sampai Rp 50.000,- /tanaman, bahkan ada yang menjual Rp 10.000,-/tanaman yang diambil dari habitat alaminya. Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat populasi Nepenthes sp. di alam yang sudah semakin sedikit.
Upaya Pelestarian
Untuk menghindari punahnya tanaman unik ini, perlu upaya konservasi, baik secara in-situ mapun ex-situ yang harus segera dilakukan. Selain itu perlu diadakan studi dan penelitian lebih lanjut mengenai Nepenthes sp. yang ada di hutan Kalimantan, khususnya di wilayah Kabupaten Katingan, melalui dinas terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Badan Konservari Sumber Daya Alam, untuk kemudian dipublikasikan kepada stakeholders Hal lain yang tidak kalah penting ialah penyebarluasan informasi mengenai Nepenthes sp. itu sendiri kepada masyarakat umum agar mereka mengetahui keberadaan populasi, status jenis, dan status hukum yang melindungi tanaman dari kepunahan. Upaya ini harus disertai dengan disiplin tinggi dari penerapan hukum bagi ancaman-ancaman yang ada terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. Dengan demikian diharapkan mereka dapat berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan dan kenakeragaman hayati yang ada di dalamnya.
Penutup
Sekilas kita lihat mungkin ini hanya sekedar masalah sepele namun sebenarnya tidak sesederhana itu, banyak potensi alam kita yang kaya telah eksploitasi semaksimal mungkin untuk keuntungan sesaat tanpa sadar akan dampaknya, potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. di habitat alaminya dan berbagai tanaman lainnya lebih banyak berasal dari gangguan manusia, untuk itu perlu diadakan berbagai langkah – langkah pelestarian, sehingga kelak anak cucu kita masih bisa menikmati keunikan dari tanaman eksotis ini bukan hanya menjadi suatu legenda semata akibat perbuatan kita sekarang.
Sebagai salah satu Kabupaten di wilayah Kalimantan Tengah, Kabupaten Katingan dengan luas wilayah ± 17.000 km² secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, yaitu di antara 112º 0’ bujur timur – 0º 20’ lintang selatan dan 113º 45’ bujur timur – 3º 30’ lintang selatan, topografi wilayahnya pada bagian selatan merupakan daerah pantai dan rawa yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan ketinggian 0 – 50 m dari permukaan laut, bagian tengah merupakan dataran dengan ketinggian 50 - 200 m dari permukaan laut, dan bagian utara merupakan perbukitan dengan ketinggian 200 – 1500 m dari permukaan laut. Batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya serta Kabupaten Pulang Pisau, Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur.
Dengan wilayah yang demikian luas, Kabupaten Katingan memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, ada pelbagai jenis tanaman hias, salah satunya disebut Suku Dayak Katingan sebagai Ketupat Napu atau sering dikenal pula dengan nama Tanaman kantong semar dengan nama latin / ilmiahnya (Nephentes s.p).
Ketupat Napu
Ketupat Napu berasal dari kata Napu berarti rawa, sedangkan istilah ketupat adalah karena tanaman ini dulu hidupnya di rawa dan oleh masyarakat setempat sering dijadikan ketupat. Proses pembuatannya pun hampir sama dengan pembuatan ketupat daun kelapa, beras dimasukkan ke dalam kantong semar kemudian dimasak hingga matang, biasanya ketupat tersebut digunakan sebagai bekal dibawa ke ladang, konon nasi dari ketupat tersebut memiliki aroma yang khas dan tidak cepat basi. Tumbuhan ini hidup di tanah, ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Sebenarnya kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Tanaman ini sebenarnya juga memiliki banyak nilai farmakologi (obat-obatan), dari beberapa literatur menyebutkan bahwa ketupat napu memiliki kandungan protein yang tinggi yang terdapat pada cairan yang terdapat di kantongnya, dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, diare, dan maag.
Penyebaran Ketupat Napu
Sebenarnya Ketupat Napu memiliki penyebaran yang cukup luas di dunia dan memiliki variasi jenis yang cukup beragam, sampai dengan saat ini tercatat terdapat 103 jenis kantong semar yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006). Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tanaman ini.
Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran Ketupat Napu. Di Kabupaten Katingan, terdapat 12 Jenis Ketupat Napu, dengan penyebaran hampir merata tumbuh di seluruh wilayah kabupaten, namun yang paling banyak jenis ditemukan di Kecamatan Pulau Malan, Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Katingan Hulu.
Termasuk Tanaman Yang di lindungi
Ketupat Napu atau Kantong semar pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Ketupat Napu merupakan tanaman unik dari hutan yang belakangan menjadi trend sebagai tanaman khas komersil di Indonesia. Trend ini sebenarnya mulai berlangsung sejak awal tahun 2000-an dan semakin marak saat ini, karena bentuknya yang unik, sehingga tanaman ini mulai diperjualbelikan oleh masyarakat. Apabila kita menyusuri jalan lintas Palangkaraya menuju Kasongan di pinggir jalan di Desa Hampangen Kecamatan Katingan Hilir, banyak kita temui kios – kios yang menawarkan tanaman hias dan pembeli yang berminat pun cukup banyak. Ada sudut pandang berbeda disini, dari sisi perekonomian sebagian besar warga disekitar hampangen yang kebanyakan memanfaatkan kebutuhan hidupnya dari hasil hutan, cukup terbantu dari hasil penjualan tananan hias. Namun disisi lain kebanyakan yang diperjualbelikan masih merupakan tanaman yang diambil langsung dari alam, bukan dari hasil penangkaran atau budidaya.
Hal tersebut sangatlah memprihatinkan mengingat habitat asli mereka terancam oleh kebakaran, pembalakan, pembukaan lahan, dan konversi lahan. Padahal status tanaman kantong semar termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah ekologi-konservasi tentu akan mempercepat kepunahan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Banyak pedagang di Desa Hampangen yang menjual umumnya tidak mengetahui status Nepenthes sp. yang mereka jual. Mereka hanya mengambil langsung dari alam dan menjualnya dengan harga murah sekitar Rp 25.000,- sampai Rp 50.000,- /tanaman, bahkan ada yang menjual Rp 10.000,-/tanaman yang diambil dari habitat alaminya. Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat populasi Nepenthes sp. di alam yang sudah semakin sedikit.
Upaya Pelestarian
Untuk menghindari punahnya tanaman unik ini, perlu upaya konservasi, baik secara in-situ mapun ex-situ yang harus segera dilakukan. Selain itu perlu diadakan studi dan penelitian lebih lanjut mengenai Nepenthes sp. yang ada di hutan Kalimantan, khususnya di wilayah Kabupaten Katingan, melalui dinas terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Badan Konservari Sumber Daya Alam, untuk kemudian dipublikasikan kepada stakeholders Hal lain yang tidak kalah penting ialah penyebarluasan informasi mengenai Nepenthes sp. itu sendiri kepada masyarakat umum agar mereka mengetahui keberadaan populasi, status jenis, dan status hukum yang melindungi tanaman dari kepunahan. Upaya ini harus disertai dengan disiplin tinggi dari penerapan hukum bagi ancaman-ancaman yang ada terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. Dengan demikian diharapkan mereka dapat berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan dan kenakeragaman hayati yang ada di dalamnya.
Penutup
Sekilas kita lihat mungkin ini hanya sekedar masalah sepele namun sebenarnya tidak sesederhana itu, banyak potensi alam kita yang kaya telah eksploitasi semaksimal mungkin untuk keuntungan sesaat tanpa sadar akan dampaknya, potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. di habitat alaminya dan berbagai tanaman lainnya lebih banyak berasal dari gangguan manusia, untuk itu perlu diadakan berbagai langkah – langkah pelestarian, sehingga kelak anak cucu kita masih bisa menikmati keunikan dari tanaman eksotis ini bukan hanya menjadi suatu legenda semata akibat perbuatan kita sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar